Sunday, October 21, 2007

TIGA PESAN MORAL RAMADHAN

1.Tahdzibun Nafsi (Mawas diri)
Artinya kita harus selalu mawas diri pada musuh terbesar umat manusia, yakni hawa nafsu sebagai musuh yang tidak pernah berdamai. Rasulullah SAW bersabda: Jihad yang paling besar adalah jihad melawan diri sendiri. Di dalam kitab Madzahib fît Tarbiyah diterangkan bahwa di dalam diri setiap manusia terdapat nafsu/naluri sejak ia dilahirkan. Yakni naluri marah, naluri pengetahuan dan naluri syahwat. Dari ketiga naluri ini, yang paling sulit untuk dikendalikan dan dibersihkan adsalah naluri Syahwat.

Hujjatul Islam, Abû Hâmid al-Ghazâlî berkata: bahwa pada diri manusia terdapat empat sifat, tiga sifat berpotensi untuk mencelakakan manusia, satu sifat berpotensi mengantarkan manusia menuju pintu kebahagiaan. Pertama, sifat kebinatangan tanda-tandanya menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan tanpa rasa malu. Kedua, sifat buas, tanda-tandanya banyaknya kezhaliman dan sedikit keadilan. Yang kuat selalu menang sedangkan yang lemah selalu kalah meskipun benar. ketiga sifat syaithaniyah; tanda-tandanya mempertahankan hawa nafsu yang menjatuhkan martabat manusia.

Jika ketiga tiga sifat ini lebih dominan atau lebih mewarnai sebuah masyarakat atau bangsa niscaya akan terjadi sebuah perubahan tatanan sosial yang sangat mengkhawatirkan. Dimana keadilan akan tergusur oleh kezhaliman, hukum bisa dibeli dengan rupiah, undang-undang bisa dipesan dengan Dollar, sulit membedakan mana yang hibah mana yang suap, penguasa lupa akan tanggungjawabnya, rakyat tidak sadar akan kewajibannya, seluruh tempat akan dipenuhi oleh keburukan dan kebaikan menjadi sesuatu yang terasing, ketaatan akhirnya dikalahkan oleh kemaksiatan dan seterusnya dan seterusnya.

Sedangkan satu-satunya sifat yang membahagiakan adalah sifat rububiyah ditandai dengan keimanan, ketakwaan dan kesabaran yang telah kita bina bersama-sama sepanjang bulan Ramadhan. Orang yang dapat dengan baik mengoptimalkan sifat rububiyah di dalam jiwanya niscaya jalan hidupnya disinari oleh cahaya Al-Qur'an, prilakunya dihiasi budi pekerti yang luhur (akhlaqul karimah). Selanjutnya, ia akan menjadi insan muttaqin, insan pasca Ramadhan, yang menjadi harapan setiap orang. Insan yang dalam hari raya ini menampakkan tiga hal sebagai pakaiannya: menahan diri dari hawa nafsu, memberi ma`af dan berbuat baik pada sesama manusia sebagaimana firman Allah yang artinya:

2.Pesan kedua adalah pesan sosial

Pesan sosial Ramadhan ini terlukiskan dengan indah indah justru pada detik-detik akhir Ramadhan dan gerbang menuju bulan Syawwal. Dimana, ketika umat muslim mengeluarkan zakat fithrah kepada Ashnafuts Tsamaniyah (delapan kategori kelompok masyarakat yang berhak menerima zakat), terutama kaum fakir miskin tampak bagaimana tali silaturrahmi serta semangat untuk berbagi demikian nyata terjadi. Kebuntuan dan kesenjangan komunikasi dan tali kasih sayang yang sebelumnya sempat terlupakan tiba-tiba saja hadir, baik di hati maupun dalam tindakan. Semangat zakat fitrah ini melahirkan kesadaran untuk tolong menolong (ta`awun) antara orang-orang kaya dan orang-orang miskin, antara orang-orang yang hidupnya berkecukupan dan orang-orang yang hidup kesehariannya serba kekurangan, sejalan hatinya : kalian semua adalah ummat Allah.

3.Pesan ketiga adalah pesan jihad

Jihad yang dimaksud di sini, bukan jihad dalam pengertiannya yang sempit; yakni berperang di jalan Allah akan tetapi jihad dalam pengertiannya yang utuh, yaitu:
"Mengecilkan arti segala sesuatu yang dimilikinya demi mendapatkan keridhaannya, mendapatkan pahala serta keselamatan dari Siksa-Nya."

Pengertian jihad ini lebih komprehensif, karena yang dituju adalah mengorbankan segala yang kita miliki, baik tenaga, harta benda, atapun jiwa kita untuk mencapai keridhaan dari Allah; terutama jihad melawan diri kita sendiri yang disebut sebagai Jihadul Akbar, jihad yang paling besar. Dengan demikian, jihad akan terus hidup di dalam jiwa ummat Islam baik dalam kondisi peperangan maupun dalam kondisi damai. Jihad tetap dijalankan.

Dalam konteks masyarakat Indonesia saat ini, jihad yang kita butuhkan bukanlah jihad mengangkat senjata. Akan tetapi jihad mengendalikan diri dan mendorong terciptanya sebuah sistem sosial yang bermartabat, berkeadilan dan sejahtera serta bersendikan atas nilai-nilai agama dan ketaatan kepada Allah.

Mengingat adanya aliran Islam yang mengkampanyekan jihad dengan senjata di negara damai Indonesia ini, maka perlu untuk ditekankan lebih dalam bahwa jihad seharusnya dilandasi niat yang baik dan dipimpin oleh kepala pemerintahan, bukan oleh kelompok atau aliran tertentu. Jangan sampai mengatasnamakan kesucian agama, akan tetapi tidak bisa memberikan garansi bagi kemaslahatan umat Islam. Islam haruslah didesain dan bergerak pada kemaslahatan masyarakat demi mencapai keridhaan Allah dan kemajuan ummat. Pengalaman pahit salah mengartikan jihad menjadikan Islam dipandang sebagai agama teroris. Padahal Islam sebenarnya adalah rahmat bagi alam semesta (rahmatan lil alamin), agama yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, kedamaian.

Dalam konteks masyarakat Indonesia saat ini, jihad yang kita butuhkan adalah upaya mendukung terbangunnya sebuah sistem sosial yang bermartabat, berkeadilan dan sehatera yang bersendikan pada ketaatan kepada Allah. Jihad untuk mengendalikan hawa nafsu dari seluruh hal yang dapat merugikan diri kita sendiri, terlebih lagi merugikan orang lain.

Dalam konteks sosial masyarakat kita saat ini, dimana masih banyak sektor sosial yang perlu pembenahan lebih lanjut. Maka makna jihad harus mengacu pada pengentasan masalah-masalah sosial. Oleh sebab itu, sudah selayaknya pada momentum lebaran saat ini, bukan hanya pakaian yang baru akan tetapi gagasan-gagasan baru juga harus dikedepankan untuk mengentaskan masalah-masalah sosial yang selama ini membelenggu kemajuan umat Islam Indonesia pada khususnya dan bangsa dan negara Indonesia pada umumnya. Wallahu “a’lam Bisshawab.